Kesaksian Elda Deviane Adiningrat

Hatta Rajasa, Pak Uban yang Lihai Berkelit

Kecelekaan maut yang merenggut 2 nyawa korban (Sumber riaupos.com)

Jakarta (Bidikonline.com) - Hatta Rajasa selama ini dikenal sebagai politisi nasional papan atas. Ia adalah tokoh utama PAN, malang melintang sebagai Menteri (mulai dari Menristek, Menhub, hingga Menko Perekonomian).

Namun, apakah benar demikian? Alih-alih menyebut Hatta Rajasa sebagai sosok yang bersih, kiranya lebih tepat untuk mengatakan bahwa Hatta adalah seorang politisi yang licin dan lihai berkelit.

Beberapa kali ia lolos dari jeratan hukum. Padahal, namanya sempat beberapa kali dipautkan dengan berbagai skandal. Mulai dari kasus proyek pengiriman Kereta Hibah Jepang yang merugikan negara 11 Milyar, kasus impor daging sapi, atau juga kasus kecelakaan mobil yang menimpa putranya Rasyid Amrullah Rajasa.

Dalam kasus dana pengiriman KRL Hibah dari Jepang, Hatta (kala itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan) memerintahkan Dirjen Perhubungan Soemino ke Jepang, meninjau kondisi gerbong kereta api bekas di sana. Biaya keberangkatan, diatur perusahaan yang akan mengangkut gerbong dari Jepang ke Indonesia, pemenang tender pengangkutan di Jepang, Soemitomo Corp, ditunjuk langsung tanpa tender. Hatta bahkan telah diperiksa KPK, namun baru sebatas menjadi saksi. Dan.., Hatta Rajasa lolos dari jeratan.

Hatta Rajasa juga sempat dibicarakan dalam persidangan kasus suap impor daging sapi, kala itu ia disebut dengan nama 'Pak Uban' oleh Saksi Elda Deviane Adiningrat yang melakukan percakapan dengan Bos PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman. Saat itu, Elda menyampaikan ke Elizabeth, 'Pak Uban' atau Hatta Rajasa marah-marah mendengar penolakan dari Dirjen Peternakan Syukur Iwantoro terhadap pengajuan penambahan kuota impor daging PT Indoguna Utama. Ending-nya bisa ditebak, Hatta Rajasa dapat berkelit lagi.

Untuk kasus Rasyid Rajasa, meski beda dengan kasus korupsi yang melibatkan dana milyaran negara, ini tidak bisa dianggap enteng. Dua nyawa terenggut dari kecelakaan tersebut, dan Rasyid malah melenggang bebas, bahkan dengan bangganya berfoto bersama artis di Inggris, diunggah ke media sosial pula. Sukar untuk tidak menyebut adanya pengaruh nama besar Hatta Rajasa dalam penyelesaian kasus putra tercintanya. Jika kasus ini menimpa 'orang biasa', rasanya hukum akan lebih bertindak lebih jauh. Ini sebuah preseden, bahwa seorang Hatta Rajasa telah melindungi keluarganya dari tajamnya pedang hukum. Bagaimana jika yang terjadi bukan kecelakaan lalu lintas, melainkan pelanggaran hukum lain yang lebih serius dan berdampak lebih luas?

Hatta Rajasa juga disebut sebagai salah satu inisiator Proyek Raksasa MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Proyek Raksasa ini merupakan 'koalisi proyek' dari Sabang sampai Merauke yang fokus di bidang pembangunan energi, pangan, dan infrastruktur, dengan nilai total kapitalisasi sebesar Rp4000 trilyun (periode 2011-2020). Angka ini lebih dari dua kali lipat nilai anggaran belanja tahunan negara kita yang berjumlah 1800 trilyun di 2014 ini (http://bit.ly/1jLYh7Y). Namun ternyata Proyek Raksasa MP3EI tidak luput dari berbagai persoalan.

Simaklah laporan MP3EI, Mendorong Pertumbuhan dengan Mempercepat Kehancuran oleh Siti Rakhma Mary (Koordinator Program Hukum dan Resolusi Konflik HuMa). Di sini dipaparkan bahwa MP3EI didesain bukan bagi kemajuan seluruh masyarakat Indonesia, tetapi hanya menguntungkan mereka yang disebut pemilik modal, baik pemodal dalam negeri maupun asing. Secara keseluruhan, proyek ini justru membawa kesengsaraan bagi masyarakat dan lingkungan. Singkatnya, Proyek MP3EI adalah kebijakan ekonomi neo-liberal yang jelas-jelas berpihak pada pemodal semata.

Pendapat lain tentang Proyek MP3EI juga diungkap Andrinof Chaniago, seorang akademisi, peneliti, pengamat Kebijakan Publik dan Ketua Tim Visi Indonesia 2033:

"Itu kan persiapan untuk mengeksploitasi sumber daya alam khususnya batubara. Bukan untuk memajukan daerah itu, bukan membuat pembangunan di sana agar lebih berkualitas," jelasnya.

Ini menunjukkan bahwa orang kedua dalam gerbong koalisi Prabowo Subianto diisi oleh sosok yang berpolemik, melengkapi penumpang koalisi lain dengan daftar panjang skandalnya semacam Aburizal Bakrie, Hashim Djojohadikusumo, Surya Dharma Ali dan kawan-kawan. Kebijakan ekonomi Hatta Rajasa sebagai Menko Perekonomian yang neo-liberal juga berseberangan dengan konsep ekonomi kerakyatan yang diusung Prabowo Subianto. Kacau balau, bukan?

Melihat catatan di atas, mereka yang menganggap Hatta Rajasa sebagai sosok yang bersih dari masalah, mungkin dapat berpikir ulang: apakah ia benar-benar seorang Mr. Clean, ataukah ia adalah sosok politisi ulung yang lihai berkelit? ***